Wisata Religi Makam BRAy Kusuma Matah Hati Wonogiri

Aljafa.com – Makam BRAy Kusuma Matah Hati Masih dalam penelusuran jejak jejak perjalanan Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Setiap dalam kisah seorang ksatria hebat, di belakangnya selalu ada wanita hebat pula. Salah satu ulama Masyur berkata” bila ada lelaki hebat, tengoklah wanita di belakang nya” . Yang pertama siapa? Ibunya. Yang kedua siapa? Istrinya.

Makam BRAy Kusuma Matah

Putri BRAy Kusuma Matah Hati adalah salah satu tokoh wanita yang sangat berpengaruh dalam sejarah pergerakan Pangeran Sambernyawa. Umumnya di wilayah Nusantara khususnya daerah kabupaten Wonogiri. Tak heran hingga saat ini makamnya masih banyak didatangi para peziarah. Mulai dari pihak Dzuriyyah Kraton Surakarta, para tokoh agama, perjabat, masyarakat umum hingga para pelaku spritual dari berbagai penjuru Nusantara.

Lokasi Makam BRAy Matah Hati

Lokasi Makam BRAy Kusuma Matah Hati Terletak di lingkungan Gunung Wijil, Kelurahan Kaliancar, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Dari arah pusat kota Wonogiri, pembaca aljafa.com bisa mengambil jalur Wonogiri Solo. Setelah menemukan Tugu Pusaka Selogiri yang tepatnya di depan kantor kecamatan Selogiri, pembaca silahkan mengambil arah belok kiri, kira kira 800m untuk sampai ke lokasi makam putri Matah Hati yang terletak di Astana Giri Gunung Wijil Selogiri.

Sejarah Masa Lalu Putri BRAy Matah Hati

Makam Putri Ayu Matah Hati memiliki cerita tersendiri bagi masyarakatnya. Tepat di ujung lingkungan Gunung Wijil  terdapat Astana Giri yakni makam Bendara Raden Ayu Matah Ati istri Raden Mas Said. Bendara Raden Ayu Matah Ati memiliki nama kecil Roro Rubiyah. Berasal dari Dusun Matah di sekitar Gunung Wijil di wilayah Desa Singodutan saat ini.

Bendara Raden Ayu Matah Ati merupakan seorang putri dari Kiai Khasan Nur Iman ( yang makamnya terletak di dusun Karungan kelurahan Jaten kecamatan Selogiri). Beliau adalah seorang pemuka agama dari Dusun Matah. Yang menurut mas Joko juru kunci makam dulu juga berdakwah di lingkungan Selogiri dan sekitarnya.

Menurut Juru Kunci Astana Giri Selogiri, Bapak Rukiman mengatakan Gunung Wijil dahulunya adalah Gunung Pencil dan baru berubah nama ketika Bendara Raden Ayu Matah Ati dimakamkan di Astana Giri, Lingkungan Gunung Wijil. Sejarah Barat Matah Ati “Bendara Raden Ayu Matah Ati merupakan seorang pejuang gigih, ia setia menemani suaminya, Pangeran Sambernyawa, hingga 16 tahun,” ujar bapak Rukiman sang juru kunci. Nama Matah Ati cukup familiar di Soloraya. Kisah hidup romantis dan perjuangannya sering kali diangkat dalam kisah pertunjukan seni yang bahkan dipentaskan hingga luar negeri.

Bapak Rukiman menambahkan saat Bendara Raden Ayu Matah Ati dimakamkan lebih dari 200 tahun lalu, Lingkungan Gunung Pencil berisi enam rumah warga. Semenjak itu, nama Gunung Pencil diubah menjadi Lingkungan Gunung Wijil. Menurutnya, saat Bendara Raden Ayu Matah Ati meninggal dunia terdapat dua tempat yang hendak dijadikan tempat peristirahatan terakhirnya.

Kedua tempat itu di sekitar Gunung Wijil dan Gunung Pencil yang memiliki tanah yang wangi. Namun sesuai dengan permintaan Bendara Raden Ayu Matah Ati, dia dimakamkan di Astana Giri, Gunung Pencil, yang kini berubah nama menjadi Gunung Wijil sebagai wujud penghormatan kepada istri Pangeran Sambernyawa dengan menamakan daerah asalnya.

Kisah Asmara Pangeran Sambernyawa dengan Putri Matah Hati

Bendara Raden Ayu Matah Ati digambarkan sebagai wanita cantik yang memiliki kemampuan ilmu yang luar biasa. Hingga akhirnya, Raden Mas Said yang saat itu sedang berperang dari Keraton Kartasura bergeser ke daerah Nglaroh, Kecamatan Selogiri. Di Nglaroh, Kecamatan Selogiri, sekitar satu kilometer dari makam Bendara Raden Ayu Matah Ati, dahulu sering diadakan pentas wayang kulit yang menjadi kegemaran warga.

Pementasan wayang yang digelar semalam suntuk, membuat para penonton terlelap saat itu. Roro Rubiyah (Putri Matah Ati) yang belum dewasa pun terlelap. Pangeran Sambernyawa terkejut ketika melihat seorang Rubiyah memancarkan sinar, lantas ia mengutus rekannya memberi sebuah tanda pada kain yang ia kenakan.

Hingga akhirnya, Pangeran Sambernyawa mencari melalui tanda itu dan menemukan Rubiyah. Pangeran Sambernyawa menunggu Rubiyah dewasa untuk dinikahi. Ia setia bersama Pangeran Sambernyawa dalam berjuang melawan Belanda. Ada 26 pengawal wanita yang setia pada Bendara Raden Ayu Matah Ati. Bahkan 26 prajurit pun meminta untuk dimakamkan berdekatan dengan pemimpinnya, Bendara Raden Ayu Matah Ati yang meninggal pada 1814.

Demikian seklumit ulasan singkat sejarah Makam BRAy Kusuma Matah Ati ,tokoh perempuan penting dalam perjalanan pergerakan Pangeran Sambernyawa dalam berjuang melawan penjajah kolonial Belanda di Nusantara ini. Semoga bisa bermanfaat dan menambah inspirasi bagi kita semua dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.

Buat anda yang mau mengunjungi makam tersebut bisa datang langsung ke lokasi untuk mengingat sejarah, jangan menyelewengkan tujuan anda ketika mendatangi lokasi makam tersebut.